21st CENTURY EDUCATION – BEYONT THE FORNTIERS
PROGRAM TOURONKAI IPGKBA 2016

SALAH PENERAPAN TEKNOLOGI MENGHASILKAN
DEHUMANISASI
Oleh:
Djoko Adi Walujo
Rektor Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
SUMMARY:
The fact that the twenty-first (21st)
century claims itself as the era of technology is undeniable. However, there
are a great number of misimplementation in the educational world which cause
people to be alienated. This may be affected by techno mania. Education is
expected to be a moderator in order that malpractice in teaching learning will
be reduced. The solution which can be offered is a balance between competence
and character. In addition, the relevant strategy can be blended learning which
can synergize the on-line and off-line learning model.
PENGANTAR
Kehadiran teknologi yang
semakin canggih dalam kuantita dan kualita tak terelakkan kehadirarnnya. Semua
direnacanakan untuk kemaslahatan, namun kenyataannya juga membawa dampak sangat
buruk, akibat salah penerapan.
Sesungguhnya kehadiran teknologi
itu dapat memperkecil dampak, namun karena kesalahan penerapan justru
sebaliknya akan membuat manusia teralienasi dari kodratnya.
Pendidikan harus menjadi pengurai kejadian ini, memperkecil terjadinya
dehumanisasi sebagai akibat salah penerapan, kemudian pendidikan membentenginya
dengan penanaman nilai-nilai yang manusiawi. Secara filosofis teknologi harus
dikontrol dengan kaidah keilmuan secara utuh, mulai dari sisi ontologis (wujud teknologi itu), epistemologis
(bagaimana kehadirannya secara
metodologis), kemudian aksiologis manfaat dan nilai
etikanya.
TEKNOLOGI HADIR DENGAN PLUS MINUSNYA
Teknologi sebagai anak kandung ilmu pengetahuan, hadir secara netral,
tergantung siapa yang menggunakannya
(Albert Einstein)
Kehadiran teknologi yang
semula ditujukan untuk membantu meringankan beban manusia dalam mengarungi
hidupnya, ternyata membawa dampak pada kehidupan psikologis, sosial, bahkan
pada ranah yang memudarkan etika anusia hingga terjadi dehumanisasi. Hal ini
telah dirasakan oleh Albert Nobel, ketika atoom yang ditujukan untuk
kemaslahatan manusia kini berubah menjadi musuh manusia, karena penggunaan yang
salah. Atoom ternyata dapat berubah menjadi alat pembasmi manusia. Tak
terhitung jumlahnya, bahkan ribu hingga jutaan manusia dapat binasa dalam kurun
waktu yang sangat cepat. Renungan Albert Nobel itu lahir setelah melihat
kedahsyatnya teknologi, namun disisi yang berbeda mendatangkan malapetaka
hebat. Inilah sebuah kata kunci (keyword)
yang harus dipegang oleh semua orang, utamanya para ulama, pendidik, politisi
bahkan para birokrat untuk melihat cermat dapak buruk teknologi.
Terdapat tiga model orang
memandang dan menggunakan teknologi, yakni, technophilia, technomania dan
technophobia.
- Technophilia, adalah pola sikap manusia dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi atas dasar pemikiran yang rasional dan cermat. Dalam memanfaatkan selalu mempertimbangkan dampak buruknya. Bahkan technophilia mengatarkan manusia untuk sadar bahwa teknologi selalu membawa dampak buruk apapun canggihnya teknologi. Dampak buruk teknologi kadang tidak sebanding dengan dampak kebaikkannya. Dikaitkan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi, maka jika kita menggunakannya harus berhitung secara cermat bergai kemungkinan dampak negatif yang timbul.
- Technomania, adalah pola sikap dalam menggunakan teknologi tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya. Secara membabi buta, bahkan mengabaikan ruang waktu, ruang etika, bahkan penggunaan teknologi hanya digunakan untuk pemuasan kebutuhan sesaat. Berpikir yang pendek (shortcut), dan cenderung individualistik nyaris hadir bersama dalam ranah technomania. Terkait dengan pemanfaatan Teknologi Informasi, maka harus ada upaya cerdas untuk mencermaati keadaan ini. Guru tidak hanya fasilitator materi, tetapi harus berperan sebagai filter, yang menyaring situs-situs prohibbited secara hati-hati dan tidak diketahui siswa.
- Tecnophobia, adalah pola sikap yang harus dihindari dalam dunia pendidikan. Pola ini menggambarkan sebuah sikap yang menjauhi teknologi. Dalam technophobia tergambarkan sebuah pola sikap yang menentang hadirnya teknologi, selalu berprasangka negatif terhadap terknologi. Pertimbangan yang digunakan, biasannya adalah sebuah kepercayaan atau nilai-nilai yang menggangaap bahwa teknologi selalu menghacurkan kehidupan manusia. Dikaitkan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi, maka jika hal ini terjadi akan menimbulkan terkungkungnya infomasi, bahkan akan cenderung tertutup terhadap perkembangan teknologi.
SARAN PARA PAKAR DI ERA 21
Di Asia para pendidik masih minim inovasi (Vries, 2008), perubahan
kruikulum, penerapan model pembelajaran, metode, media pembelajaran yang
kreatif masih terus menerus dikembangkan di kalangan pendidik, sehingga
kompetensi mereka bisa meningkatkan dan mampu menjawab berbagai tantangan yang
datang dari luar.
Disisi
lain manajemen dalam dunia pendidikan, termasuk kontrol kualitas (quality
control) masih terus menerus digali untuk menjawab tantangan pendidikan dalam
rangka melahirkan pendidik yang profesional dan kompeten, melalui pendidikan
yang berkualitas dan bermutu melahirkan generasi yang hebat. Sebagai contoh
beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa masih banyak siswa baik di Indonesia
maupun negara lainnya di Asia Tenggara hasil temuan TIMMS dan PISA kajian
bidang IPA dan Matematika, dirasakan masih banyak ketertinggalan dari anak
didik kita dalam menjawab soal-soal yang mengarah pada Higher Order Thinking Skill
(HOTS), artinya bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan masih ada
permasalahan di dalamnya.
Menurut Robert B Tucker (2001)
diidentifikasi ada sepuluh tantangan di abad 21 yaitu 1.) kecepatan (speed),
2.) kenyamanan (convinience), 3.) gelombang generasi (age wave),
4.) pilihan (choice), 5.) ragam gaya hidup (life style) 6.)
kompetisi harga (discounting), 7.) pertambahan nilai (value added)
8.) pelayanan pelanggan (customer service), 9.) teknologi sebagai
andalan (techno age), 10.) jaminan mutu (quality control).
Menurut Robert B Tucker kesepuluh tantangan itu menuntut inovasi
dikembangkannya paradigma baru dalam pendidikan seperti: accelerated learning, learning revolution, megabrain, quantum learning,
value clarification, learning than teaching, transformation of knowledge, quantum quotation (IQ, EQ, SQ, dll.), process approach, Forfolio evaluation, school/community
based management, school based
quality improvement, life skills,
dan competency based curriculum
(Mohammad Surya, 2011). Paparan Tucker menunjukkan bahwa ada yang harus berubah
di dunia pendidikan, tentu perubahan tersebut disesuaikan dengan kondisi yang
ada, walaupun Tucker sudah memaparkan soslusinya masih memerlukan kajian lagi.
Sehingga ke depan dalam proses pendidikan harus ada perubahan, seperti apa perubahan yang digagas
dalam forum ini.
PRAKSIS UNIVERSITAS ADI BUANA
Terdapat isu dalam pendidikan yang sekaligus menjadi jawaban atas tantangan
yang ada di dunia pendidikan yakni 2K. Sejatinya
2K adalah jawaban mendasar atas tantangan
ke depan, yakni (1) Kompetensi (2) Karakter (sikap, nilai) (Mutohir, Muhyi,
Albertus, 2011). Karakter kita kenal
sebagai nilai, atau sikap, penguatan karakter dapat dilakukan dengan berbagai
cara baik menggabungkan nilai karakter global dan nilai local (local wisdom).
Universitas PGRI
Adi Buana Surabaya terus berupaya membangun kompetensi para mahasiswa melalui
penguatan tri dharma perguruan tinggi sedangkan penguatan karakter di
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya memiliki kekhususan yang dikenal dengan
Semangat PAGI (Spirit in Character) P : Peduli (Caring), A : amanah
(trustworthiness), G: GIgih (Perseverance) dan I : Inovatif (Innovatif) (Sutijono, Djoko Adi Walujo,
Widodo, Dwi Retnani, M. Muhyi, 2015). Semangat PAGI mampu menggabungkan nilai dari karakter
moral dan karakter kinerja. Karakter moral berkaitan dengan moralitas seseorang
seperti nilai peduli dan amanah, sedangkan karakter kinerja butuh inovasi dan
kegigihan dalam meraih sukses, seorang innovator (inovasi) yang gigih sehingga
meraih sukses (karakter kinerja) karena dibalut oleh amanah dan peduli (karakter moral).
Dalam konteks kegiatan di dunia Pendidikan,
Berkowits, Bier (2007) Character Pendidikan karakter dapat berjalan dengan baik
ketika diimplementasikan dengan penuh
ketaatan (fidelity), menyeluruh (broadly), dan memberikan dampak yang sangat
luar biasa. Berkowits dan Bier menambahkan bahwa Pendidikan Karakter (penanaman
nilai) berjalan dengan efffektif yakni dengan pengembangan profesional,
strategi pembelajaran, fokus pada pendidikan nilai, pelatihan yang mengarah
pada sosial dan kompetensi emosional, keteladanan, strategi manajemen prilaku
di kelas, pengabdian pada masyarakat. Pendidikan terus diupayakan untuk
mengembangkan kompetensi dan karatker (nilai) melalui beberapa faktor penting
yang disampaikan oleh Berkowits dan Bier.
Sain
dan teknologi yang tinggi yang dikuasi seseorang ke depan dapat dijawab oleh
pendidikan dengan melahirkan lulusan yang kompeten, tetap harus didukung dengan
sikap atau nilai atau karakter yang baik, karena teknologi juga alat maka
terkembali kepada pengguna alat tersebut sudah mampu bersikap baik dalam arti
menggunakan teknologi untuk kemajuan peradapan umat manusia, kebaikan untuk
umat manusia.
Untuk
mengaplikasikan 2 K sehingga berdampak
pada perubahan yang signifikan tentu diperlukan suatu cara dalam
pembelajarannya secara tepat. Maka salah satu cara tersebut adalah Blended Learning. Menggabungkan tidak
hanya satu model belajar di kelas dalam menjawab tantangan-tantangan yang ada. Blended learning atau hybrid learning
untuk mengajak anak didik dalam proses belajar di kelas maupun di luar kelas,
yang memadukan teknologi masa depan dan saat ini, sehingga penggunaan teknologi
yang tepat diharapkan mampu mendorong penguasaan keterampilan dan pengetahuan
menjadi lebih baik lagi dengan dukungan teknologi yang ada pada saat ini.
Peningkatan kompetensi guru terkait
dengan penguasaan Blended Learning menjadi sebuah keharusan, mulai dari tataran
konsep sampai pada tataran implementasi yang ada di dalam tingkat satuan
pendidikan. Berbagai pelatihan yang mengedepankan hgybird learning menjadi
salah satu pendorong untuk menjadikan para pendidik memiliki kompetensi yang
lebih baik dari sebelumnya, teknologi sudah menjadi bagian dari belajar,
teknologi tidak terpisahkan dari belajar sehingga terjadi akselerasi dalam
proses pembelajaran.
HARAPAN
Seorang pendidik yang hebat memiliki
kompetensi yang berkualitas tinggi namun ia dibalut dengan karakter atau nilai
atau sikap yang baik. Agar hal tersebut dapat terwujud
dalam dalam dunia pendidikan sampai pada tingkat satuan pendidikan diperlukan
suatu pendekatan atau model. Salah satu model yang dapat menjawab tantangan ke
depan adalah Blended Learning, yang mengedepankan multi approach. Sehingga
penguatan ke depan adalah pembangunan SDM yang Kompeten dan SDM yang
berkarakter bisa terwujud baik untuk pendidik maupun anak didik.
DAFTAR PUSTAKA
Berkowits, Bier, 2007, What Works in Character Education, Journal of Research in Character
Education, 5(1), halaman 29-48.
Mutohir, Muhyi Albertus, 2011, Berkarakter dengan Berolahraga dan Berolahraga dengan Berkarakter,
Java Pustaka, Surabaya.
Sutijono, Djoko Adi Walujo, Widodo, Dwi Retnani, M.
Muhyi, 2015, Best Praksis Pendidikan
Karakter Universitas PGRI Adi Buana Surabaya Melalui Semangat PAGI, Andi
Offset, Jogjakarta.
Vries, de L. 2008. Overview of Recent Innovative Practices in Physical Education and
Sports in Asia, Editor Lay Cheng Tan, Innovative Practices In Physical
Education and Sports In Asia, UNESCO Asia and Pacific Regional Bureau for
Education, Thailand.
Mohammad Surya 2011, Inovasi Bimbingan Dan Konseling:Menjawab Tangangan Global
http://boharudin.blogspot.co.id/2011/05/inovasi-bimbingan-dan-konselingmenjawab.html
No comments:
Post a Comment