Menyikapi jati
diri dan mempersiapkan diri
di ASEAN COMMUNITY 2015
disampaikan
pada Seminar Nasional “Revolusdi Pendidikan indonesia
Menuju ASEAN Community 2015
oleh
: Djoko Adi Walujo*)
Pengantar
Membayangkan Komunitas ASEAN 2015', lalu mentera diri,
dan berlaku antisipatif adalah kepastian. Jika hanya berandai-adai, lalu
memasung rasa takut, maka agan tergilas oleh keadaan. Mungkin apa yang ada
dalam imajinasi dan persepsi mahasiswa ? Apakah sudah banyak yang di “list”
untuk bayangkan. Konsep, praksis, dan konsekuensinya yang harus ditanggung,
atau hanya sekedar ikut arus? Mahasiswa sebagai generasi muda harus berani
keluar dari pikiran liniaritas, atau hanya menjadi penonton teater
kemjauan. Kita harus siap tak hanya menyambut
era Komunitas ASEAN tersebut. Apalagi mengandalkan bonus Tuhan berupa kekayaan
melimpah di negeri ini.
Komunitas ASEAN 2015,
sesungguhnya adalah kesepakatan tentang 'komunitas tunggal' ASEAN muncul dalam
KTT ASEAN di Bali 2003 yang menghasilkan 'Bali Concord II'. 'Kesepakatan Bali II'
dipandang sebagai langkah strategis menuju keseimbangan baru di antara
negara-negara ASEAN, yang mencakup beberapa prinsip pokok; pemeliharaan
stabilitas regional yang memungkinkan percepatan pertumbuhan ekonomi;
penguatan, dan konsolidasi demokrasi, peningkatan penghormatan pada hak asasi
manusia, dan penguatan tata kelola pemerintah yang baik dan penegakan supremasi
hukum.
Lalu peran apa yang harus kita sambung Jika hali ini merupakan suratan,
atau garis tangan ?
KESIAPAN
SEBAGAI MAHASISWA DILINGKUP PENDIDIKAN
Terkait dengan Asean
Community 2015 ini, atmosfernya menuntut semua pihak secara cermat memahami,
didalamnya mensyaratkan setiap orang atau institusi untuk mengedepankan
profesionalisasi, tentunya termasuk guru. Suasana yang menglobal ini, harus
direspon secara wajar, dan tidak boleh dihindari, apalagi lari realitas, tidak
adaptip, atau lebih parah lagi menggapnya sebagai masalah sumir [ringan-sepele:
Jawa]
Mencermati
fenomena ini seharusnya menyadarkan kita semua, sebagai bangsa yang merdeka dan
bermartabat untuk melakukan kalkulasi-kalkulasi positif dalam menatap masa
depan. Yakni sebuah masa depan dalam guratan Asean yang bermuatan “mega-kompetitif” disegala bidang. Mulai dari persoalan yang
amat sederhana hingga persoalan-persoalan
yang amat pelik tersentuh oleh era ini.
Lalu bagaimana peran mahasiswa?
Mahasiswa untamanya yang terlingkup dalam fakultas pendidikan, maka dia
harus berperang sebagai pengawal pendidikan sekaligus meletakkan pendudikan
sebagai axis kehidupan harus tetap mampu
menjaga peradaban, oleh karenanya guru harus diperankan sebagai pemicu kemajuan bangsa disetiap resonansi Asean
atau global.
Mahasiswa dilingkuna fakultas pendidikan harus menjadi motor yang fleksibel, dinamis
dalam setiap perubahan, sehingga setiap perubahan harus berkonsekuensi pada
tataran paradigma baru [novelty].
Mahasiswa yang statis serta maladaptip identik dengan mengubur dirinya, yang pada gilirannya, terpuruk dan teralienasi dari peradaban.
profesionalisme mendongkrak
paradigma dalam belajar dan pembelajaran
|
Tajamnya persaingan harus diimbangi oleh tajamnya profesionalisme, sebagai
ilustrasi bahwa hanya seorang yang
profesional selalu mencintai pekerjaan, dan pekerjaan menjadi bagian dirinya. Tentunya juga profesionalisme bidang pendidikan .
Profesionalisme sangat menjauhi istilah “setengah-setengah”, karena istilah
setengah /akan menghilangkan makna profesionalisme.
Terdapat tiga pilar profesionalisme sebagi jati
diri paradigma baru pembelajaran yang harus dikembangkan yakni :
¸
Expertise
[keahlian]
¸
Responsibility
[tanggung jawab]
¸
Corporateness
[kesejawatan]
Keahlian
merupakan gambaran senjata bagi seorang calon professional
pendidik dalam memberikan pengabdian
terbaiknya kepada muridnya [client atau
pelanggan- dalam istilah manajerial]. Keahlian adalah ukuran dari kemampuan
individu untuk bertanding dan berbanding. Kemenangan selanjutnya akan
melegitimasi sebuah keahlian.
Tangung
jawab seorang profesional adalah terkait dengan keahliannya. Dengan tanggung
jawab keahlian akan membangun kepercayaan dan kepuasan siswa yang diidentikkan
sebagai pelanggan [customer satisfaction]. Keahlian yang dibarengi oleh
tanggung jawab merupakan ciri profesionalisme yang mampu hidup di era kekinian.
Sedangkan
“kesejawatan” adalah wahana saling menukar pengalaman yang berujung pada
pengkayaan (enrichment) keahlian. Melalui kesejawatan maka memprotek bila terdapat
ancaman aneksasi profesi.
Wacana Paradigma Belajar dan Pembelajaran
Suatu wacana
yang harus dijadikan titik tolak dalam membangun pemahaman paradigma baru
pembelajaran adalah wawasan cerdas, yakni sebuah wawasan yang ampu memberikan
gambaran tentang jati diri untuk dapat melihat pembelajaran secara utuh
[holistic]. Dikaitkan dengan jati diri kita sebagai insan pendidik, maka
wawasan dibangun dengan meletakkan empat kaidah yakni :




Basic knowledge of fact [Kemampuan Dasar
Memahami Fakta]
Kemampuan
dasar memahami sebuah fakta adalah kunci utama dalam paradigma baru
pembelajaran. Utamanya bila dikaitkan dengan pengembangan sumber daya pendidik,
fakta adalah suatu realitas yang harus disiasati untuk dapat menumbuh
kembangkan sebuah peluang [opportunity]. Memahami fakta dalam analisis “SWOT”
memungkinkan para pendidik/guru mengkalkulasi antara kekuatan [strength] dan
kelemahaman [weakness]. Kelemahan dan kekuatan akan menyadarkan manusia untuk melakukan siasat atau strategi.
Sebagai
ilustrasi : Dalam era global seorang orang selalu dihadapkan pada dua tuntutan
yakni “keunggulan tanding” [competitive
advantages] dan “keunggulan banding”
[comparative advantages].
Pemahaman
fakta inilah yang akan melahirkan paradigma baru, berikut sebuah paradigma
pembelajaran sebagai akibat sentuhan kekinian.
Knowledge of principles [Pengetahuan atas
prinsip-prinsip]
P
|
engetahuan
atas prinsip-prinsip mengandung konsekuensi bahwa “JIKA” selalu diikuti “MAKA”.
Prinsip
inilah yang harus dikembangkan dalam mencipta sumber daya pendidik yang handal.
Melalui prinsip ini seorang-orang disadarkan bahwa pola sikap, pola laku
dan pola tindak memiliki konsekuensi-konsekuensi sebanding.
Pengetahuan
atas prinsip memungkinkan professional pendidik untuk berprestasi, karena hanya
prestasi yang akan diikuti oleh kontra prestasi.
Juga
sebaliknya akan terjadi kepada siapa saja, apakah individu, masyarakat,
organisasi atau negara, bila nuansa
prestasi kabur dan dikaburkan, maka kontra prestasinya akan berbentuk kubur.
Suatu
kesimpulan yang diambil adalah munculnya
prestasi selalu berangkat dari niatan, perencanaan dan kerja keras.
Legitimasi
akan diberikan sesuai dengan apa yang dilakukan. Prinsip pengetahuan memberikan arah paradigma
baru pembelajaran yakni sebuah kemampuan
proaktif yang berkelanjutan, yang secara terus menerus melakukan perbaikan
pembelajaran secara total. [Total Quality Improvement].
Ability to evaluation [Kemampuan Melakukan Evaluasi]
K
|
emampuan
melakukan evaluasi diperlukan untuk meneropong kondisi eksternal dan internal
dalam mengembangkan wawasan yang cerdas, karena evaluasi secara internal selalu
diawali oleh langkah “mawas diri” sedangkan evaluasi eksternal membangun masa
depan dengan “olah budi”.
Evaluasi
diri akan melahirkan “instrospeksi” dan evaluasi eksternal akan melahirkan
“studi banding” [Benhmarchking]
Kemampuan
ini mensinergi untuk proaktif terhadap kemajuan. Tanpa kemampuan melakukan
evaluasi akan buta terhadap kemajuan, sehingga kemampuan prediksi akan tumpul
dan cenderung terpuruk pada idola-idola sesat yang telah digambarkan oleh
Fracis Bacon.
Idola
idola ini harus dieliminasi, karena bila hal ini harus tumbuh dan berkembang
maka kekalahan persaingan segera terwujud.
Adapun idola-idola yang dimaksud
antara lain :




Ability to analyze [Kemampuan Melakukan
Analisa]
B
|
entuk
kemampuan yang menandai sikap kedewasaan, yakni sebuah sikap dalam menatap masa
depan dengan berorientasi pada cara-cara bijak. Karena lahirnya suatu keputusan
tidak dapat langsung namun terbentuk melalui tahapan fisis dengan didahului
oleh analisa-analisa. Dalam ranah inilah segenap pertimbangan-pertimbangan akan
diupayakan, bahwa hasil akhir akan memiliki nilai kebijakkan (love of wisdom).
Untuk
menatap masa depan yang terkait dengan paradigma baru pembelajaran, utamanya
guna mengembangkan sumber daya pendidik, kemampuan analisa adalah modal awal.
Dengan kemampuan ini akan menajamkan visi seorang orang terhadap
tantangan, walaupun tantangan tersebut
memilki resiko yang tinggi.
Hanya sebuah harapan
Ketika
sebuah era baru menggantikan fungsi-fungsi era lama maka saran yang harus
dipilih adalah melalukan adapatasi secara total dengan meninggalkan
simbol-simbol masalalu yang menjerat. Menghindar adalah sebuah peristiwa yang
secara pelahan-lahan menumpulkan sikap kita untuk terkungkung dalam suatu
keadaan.
Era
ASEAN
Community inl
yang akan memasuki milllennium ketiga memberikan jaminan kepada siapa saja yang
berwawasan cerdas. Tanpa wawasan cerdas manusia akan digilas oleh dirinya sendiri yang syarat
dengan keluhan, dan semakin lama akan terasing oleh diri dan masyarakatnya.
MENJADI “BE READY PERSON”
PERSONALITAS ERA KEKINIAN
Era
kekinian menuntut untuk segera membekali diri dengan menatap masa depan malalui
panataan diri sebagai pribadi yang tangguh, pribadi yang unggul. Lalu
mempersiapkan antisipasi-antisipasi. Berikut pointer unggul itu:
1.
Sudahkan kita memiliki
daya tahan “fortitude” ?:
Yakni kepribadian yang mengandalkan
daya tahan diri dengan melingkapi sikap mental, keberanian (Courage), daya lenting (resilience), kesabaran (patience), kegigihan ketabahan hati (perseverance). Dan percaya diri (self confidence)
2.
Sudahkah kita memiliki
kemampuan mengendalikan diri (self control) ?:
Pengendalian diri menjadi
penting, karena era kekinian memberikan
bermacam-macam pilihan. Jika orang tergoda akan kehilangan jati diri, bahkan
akan menjadi obyek daripada subyek. Manusia akan menjadi bulan-bulanan era
kekinian, bersikap tidak fokus, dan cenderung mengikuti pusaran, giliran yang
menakutkan adalah kehilangan kontrol diri.
Untuk antisipasi praktisnya,
maka harus memiliki disiplin diri (self –disipline); kemampuan untuk
menunda kesenangan (to delay
gratification) atau tidak cepat puas diri; kemampuan untuk melawan atau
tahan terhadap godaan (to resits
temtation); memilki sikap moderat (moderation); dan kemampuan menjaga
kecenderungan sex (sexual self control)
3.
Sudahkan kita sadari
bahwa kita harus menjadi manusia yang utuh (intergrity)?
Intergritas kepribadian di era
kekinian memberikan sinyal bahwa manusia harus bersikap jujur, karena semua
tindakan manusia akan terekam, dan semuanya akan dapat diputar ulang. Teknologi
akan menyimpan segenap tindakan kita, dan kita akan sulit mengelak. Dari
realita itu mentalitas kita harus mengikuti prinsip-prinsip moral (adhering to moral principle); kesetiaan terhadap kata hati
(faithfulness to correctly former
concience); menjaga perkataan atau satunya kata dan perbuatan (keeping one
word); konsisten secara etik (ethical
consistency); serta memupuk jiwa
Yang tulus dan ikhlas (being honest with oneself).
4.
Sudahkan kita menjadi
pribadi yang memiliki sikap positif (positive
ettitude)?
Jika benar kita memiliki sikap
positif, berarti kita telah menyadiri bahwa diri kita adalah pribadi yang
memiliki; semangat (ethusiasm), penuh
harapan (hope); lentur, dapat berubah dengan penyesuaian diri (flexibility); dan memiliki rasa humor (sense of humor).
5. Sudahkah
kita menjadi orang yang bersikap rendah
hati (humility)?;
Sikap rendah hati sekarang menjadi tumpuan kemajuan, rendah
hati berarti orang menarik diri dari pola sikap ponggah, dan terjebak dalam
pola sikap seperti “katak dalam tempurung”.
Merasa pintar sendiri, lupa bahwa era kekinian melaju dengan pesat, dan
semuanya berubah dengan cepat. Mental
yang harus dipersiapkan adalah, sadar diri atau tahu diri (self – awareness); mau mengakui kesalahan dan bertanggung jawab (willingness to mistakes and responsibility
to them); dan tumbuhnya keinginan untuk menjadi baik (the desire to become a better person).
6.
Apakah kita punya cinta
(love)?
Dahsyatnya cinta, cinta dapat
mengubah dunia berwarna, cinta dapat mendekatakan diri kita pada alam semesta.
Yang terpenting cinta akan membuat kita saling menghormat, lau juga cinta yang
membuat kita aman. Era kekinian melibas
tuntas sikap bermusuhan, sikap saling meniadakan. Cinta membimbing kemajuan untuk saling
memanusiakan liyan. Dengan cinta kita akan mengenal pikiran, perasaan dan sikap
orang lain (empathy); dengan cinta
kita memiliki rasa iba (compassion);
cinta membuat orang ramah dan penuh kasih sayang (kidness), cinta mengajari orang
murah hati (generosity); Cinta
mengondisi diri kita untuk mudah membantu orang lain (service), cinta akan membuat kita menjadi seorang pemaaf (forgiveness).
* djoko adi walujo: Adalah Alumni Universitas Negeri Surabaya
(UNESA- Dahulu IKIP SURABAYA), doctor business administration di JOSÈRIZAL
UNIVERSITY OF PHILIPPINA, Salah satu anggota dewan pendidikan propinsi jawa
timur, mantan anggota dewan Pembina perpustakaan masjid propinsi jawa timur,
mantan wakil ketua PGRI propinsi jawa timur, mantan Gugus Pemikir Yayasan
Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP-PGRI) pusat, sekretaris ISPI- Ikatan Sarjana
Pendidikan Indonesia propinsi jawa timur, sekretaris badan penyelenggara
Universitas Adi Buana Surabaya,. Memiliki International Certificated untuk
pelatihan guru-guru zone Asia-Pacific (EI-Edication International), Certificate
“Leadership in Higher Education” – University Technolofy of Sydney-Australia
No comments:
Post a Comment