Google

Friday, November 3, 2017

MENYIKAPI JATI DIRI DAN MEMPERSIAPKAN DIRI DI ASEAN COMMUNITY



Menyikapi jati diri dan mempersiapkan diri 
di ASEAN COMMUNITY 2015
disampaikan pada  Seminar Nasional “Revolusdi Pendidikan indonesia
 Menuju  ASEAN Community 2015
oleh : Djoko Adi Walujo*)

Pengantar

Membayangkan Komunitas ASEAN 2015', lalu mentera diri, dan berlaku antisipatif adalah kepastian. Jika hanya berandai-adai, lalu memasung rasa takut, maka agan tergilas oleh keadaan. Mungkin apa yang ada dalam imajinasi dan persepsi mahasiswa ? Apakah sudah banyak yang di “list” untuk bayangkan. Konsep, praksis, dan konsekuensinya yang harus ditanggung, atau hanya sekedar ikut arus? Mahasiswa sebagai generasi muda harus berani keluar dari pikiran liniaritas, atau hanya menjadi penonton teater kemjauan.   Kita harus siap tak hanya menyambut era Komunitas ASEAN tersebut. Apalagi mengandalkan bonus Tuhan berupa kekayaan melimpah di negeri ini.
        Komunitas ASEAN 2015, sesungguhnya adalah kesepakatan tentang 'komunitas tunggal' ASEAN muncul dalam KTT ASEAN di Bali 2003 yang menghasilkan 'Bali Concord II'. 'Kesepakatan Bali II'  dipandang sebagai langkah strategis menuju keseimbangan baru di antara negara-negara ASEAN, yang mencakup beberapa prinsip pokok; pemeliharaan stabilitas regional yang memungkinkan percepatan pertumbuhan ekonomi; penguatan, dan konsolidasi demokrasi, peningkatan penghormatan pada hak asasi manusia, dan penguatan tata kelola pemerintah yang baik dan penegakan supremasi hukum.
Lalu peran apa yang harus kita sambung Jika hali ini merupakan suratan, atau garis tangan ?

KESIAPAN SEBAGAI MAHASISWA DILINGKUP PENDIDIKAN

          Terkait dengan Asean Community 2015 ini, atmosfernya menuntut semua pihak secara cermat memahami, didalamnya mensyaratkan setiap orang atau institusi untuk mengedepankan profesionalisasi, tentunya termasuk guru. Suasana yang menglobal ini, harus direspon secara wajar, dan tidak boleh dihindari, apalagi lari realitas, tidak adaptip, atau lebih parah lagi menggapnya sebagai masalah sumir [ringan-sepele: Jawa]
Mencermati fenomena ini seharusnya menyadarkan kita semua, sebagai bangsa yang merdeka dan bermartabat untuk melakukan kalkulasi-kalkulasi positif dalam menatap masa depan. Yakni sebuah masa depan dalam guratan Asean yang bermuatan “mega-kompetitif”  disegala bidang. Mulai dari persoalan yang amat  sederhana hingga persoalan-persoalan yang amat pelik tersentuh oleh era ini.
Lalu bagaimana peran mahasiswa?
Mahasiswa untamanya yang terlingkup dalam fakultas pendidikan, maka dia harus berperang sebagai pengawal pendidikan sekaligus meletakkan pendudikan sebagai  axis kehidupan harus tetap mampu menjaga peradaban, oleh karenanya guru harus diperankan sebagai  pemicu kemajuan bangsa disetiap resonansi Asean atau global.
Mahasiswa dilingkuna fakultas pendidikan  harus menjadi motor yang fleksibel, dinamis dalam setiap perubahan, sehingga setiap perubahan harus berkonsekuensi pada tataran paradigma baru [novelty]. Mahasiswa yang statis serta maladaptip identik dengan  mengubur dirinya, yang pada gilirannya,  terpuruk dan teralienasi dari peradaban.

profesionalisme mendongkrak

paradigma dalam belajar  dan pembelajaran



Tajamnya persaingan harus diimbangi oleh tajamnya profesionalisme, sebagai ilustrasi bahwa hanya  seorang yang profesional selalu mencintai pekerjaan, dan pekerjaan menjadi bagian dirinya.  Tentunya juga profesionalisme bidang pendidikan . Profesionalisme sangat menjauhi istilah “setengah-setengah”, karena istilah setengah /akan menghilangkan makna profesionalisme.
Terdapat tiga pilar profesionalisme sebagi jati diri paradigma baru pembelajaran yang harus dikembangkan yakni :
¸  Expertise [keahlian]
¸  Responsibility [tanggung jawab]
¸  Corporateness [kesejawatan]
Keahlian merupakan gambaran senjata bagi seorang calon professional pendidik  dalam memberikan pengabdian terbaiknya kepada muridnya [client atau pelanggan- dalam istilah manajerial]. Keahlian adalah ukuran dari kemampuan individu untuk bertanding dan berbanding. Kemenangan selanjutnya akan melegitimasi sebuah keahlian.
Tangung jawab seorang profesional adalah terkait dengan keahliannya. Dengan tanggung jawab keahlian akan membangun kepercayaan dan kepuasan siswa yang diidentikkan sebagai pelanggan [customer satisfaction]. Keahlian yang dibarengi oleh tanggung jawab merupakan ciri profesionalisme yang mampu hidup di era kekinian.
Sedangkan “kesejawatan” adalah wahana saling menukar pengalaman yang berujung pada pengkayaan (enrichment) keahlian. Melalui  kesejawatan maka memprotek bila terdapat ancaman aneksasi profesi.




Wacana Paradigma Belajar dan  Pembelajaran
Suatu wacana yang harus dijadikan titik tolak dalam membangun pemahaman paradigma baru pembelajaran adalah wawasan cerdas, yakni sebuah wawasan yang ampu memberikan gambaran tentang jati diri untuk dapat melihat pembelajaran secara utuh [holistic]. Dikaitkan dengan jati diri kita sebagai insan pendidik, maka wawasan dibangun dengan meletakkan empat kaidah yakni :
*  Basic knowledge of fact
*  Knowledge of principles
*  Ability to evaluation
*  Ability to analyze

Basic knowledge of fact [Kemampuan Dasar Memahami Fakta]
Kemampuan dasar memahami sebuah fakta adalah kunci utama dalam paradigma baru pembelajaran. Utamanya bila dikaitkan dengan pengembangan sumber daya pendidik, fakta adalah suatu realitas yang harus disiasati untuk dapat menumbuh kembangkan sebuah peluang [opportunity]. Memahami fakta dalam analisis “SWOT” memungkinkan para pendidik/guru mengkalkulasi antara kekuatan [strength] dan kelemahaman [weakness]. Kelemahan dan kekuatan akan menyadarkan manusia  untuk melakukan siasat atau strategi.
Sebagai ilustrasi : Dalam era global seorang orang selalu dihadapkan pada dua tuntutan yakni “keunggulan tanding” [competitive advantages] dan “keunggulan banding” [comparative advantages].
Pemahaman fakta inilah yang akan melahirkan paradigma baru, berikut sebuah paradigma pembelajaran sebagai akibat sentuhan kekinian.


Knowledge of principles [Pengetahuan atas prinsip-prinsip]

P
engetahuan atas prinsip-prinsip mengandung konsekuensi bahwa “JIKA” selalu diikuti  “MAKA”.
Prinsip inilah yang harus dikembangkan dalam mencipta sumber daya pendidik  yang handal.  Melalui prinsip ini seorang-orang disadarkan bahwa pola sikap, pola laku dan pola tindak memiliki konsekuensi-konsekuensi sebanding.
Pengetahuan atas prinsip memungkinkan professional pendidik untuk berprestasi, karena hanya prestasi yang akan diikuti oleh kontra prestasi.
Juga sebaliknya akan terjadi kepada siapa saja, apakah individu, masyarakat, organisasi atau negara, bila nuansa prestasi kabur dan dikaburkan, maka kontra prestasinya akan berbentuk kubur.
Suatu kesimpulan yang diambil adalah munculnya  prestasi selalu berangkat dari niatan, perencanaan dan kerja keras.
Legitimasi akan diberikan sesuai dengan apa yang dilakukan.  Prinsip pengetahuan memberikan arah paradigma baru pembelajaran  yakni sebuah kemampuan proaktif yang berkelanjutan, yang secara terus menerus melakukan perbaikan pembelajaran secara total. [Total Quality Improvement].  

Ability to evaluation  [Kemampuan Melakukan Evaluasi]

K
emampuan melakukan evaluasi diperlukan untuk meneropong kondisi eksternal dan internal dalam mengembangkan wawasan yang cerdas, karena evaluasi secara internal selalu diawali oleh langkah “mawas diri” sedangkan evaluasi eksternal membangun masa depan dengan “olah budi”.
Evaluasi diri akan melahirkan “instrospeksi” dan evaluasi eksternal akan melahirkan “studi banding” [Benhmarchking]
Kemampuan ini mensinergi untuk proaktif terhadap kemajuan. Tanpa kemampuan melakukan evaluasi akan buta terhadap kemajuan, sehingga kemampuan prediksi akan tumpul dan cenderung terpuruk pada idola-idola sesat yang telah digambarkan oleh Fracis Bacon.
Idola idola ini harus dieliminasi, karena bila hal ini harus tumbuh dan berkembang maka kekalahan persaingan segera terwujud.  Adapun idola-idola  yang dimaksud antara lain :

*  The Idols of Cave  [Seperti katak dalam tempurung]
*  The Idols of Market place [Hanya manis dibibir]
*  The Idols of Theathre [ Asal bapak senang dan membebek]
*  The Idols of Tribe [sektoral memenangkan pikiran dan kelompok]

Ability to analyze [Kemampuan Melakukan Analisa]

B
entuk kemampuan yang menandai sikap kedewasaan, yakni sebuah sikap dalam menatap masa depan dengan berorientasi pada cara-cara bijak. Karena lahirnya suatu keputusan tidak dapat langsung namun terbentuk melalui tahapan fisis dengan didahului oleh analisa-analisa. Dalam ranah inilah segenap pertimbangan-pertimbangan akan diupayakan, bahwa hasil akhir akan memiliki nilai kebijakkan (love of wisdom).
Untuk menatap masa depan yang terkait dengan paradigma baru pembelajaran, utamanya guna mengembangkan sumber daya pendidik, kemampuan analisa adalah modal awal. Dengan kemampuan ini akan menajamkan visi seorang orang terhadap tantangan,  walaupun tantangan tersebut memilki resiko yang tinggi.

Hanya sebuah harapan


Ketika sebuah era baru menggantikan fungsi-fungsi era lama maka saran yang harus dipilih adalah melalukan adapatasi secara total dengan meninggalkan simbol-simbol masalalu yang menjerat. Menghindar adalah sebuah peristiwa yang secara pelahan-lahan menumpulkan sikap kita untuk terkungkung dalam suatu keadaan.
Era ASEAN Community inl yang akan memasuki milllennium ketiga memberikan jaminan kepada siapa saja yang berwawasan cerdas. Tanpa wawasan cerdas manusia akan  digilas oleh dirinya sendiri yang syarat dengan keluhan, dan semakin lama akan terasing oleh diri dan masyarakatnya.

MENJADI “BE READY PERSON”

PERSONALITAS ERA KEKINIAN
         Era kekinian menuntut untuk segera membekali diri dengan menatap masa depan malalui panataan diri sebagai pribadi yang tangguh, pribadi yang unggul. Lalu mempersiapkan antisipasi-antisipasi. Berikut pointer unggul itu:
1.      Sudahkan kita memiliki daya tahan “fortitude” ?:
Yakni kepribadian yang mengandalkan daya tahan diri dengan melingkapi sikap mental, keberanian (Courage), daya lenting (resilience), kesabaran (patience), kegigihan ketabahan hati (perseverance). Dan percaya diri (self confidence)

2.     Sudahkah kita memiliki kemampuan mengendalikan diri (self control) ?:
Pengendalian diri menjadi penting,  karena era kekinian memberikan bermacam-macam pilihan. Jika orang tergoda akan kehilangan jati diri, bahkan akan menjadi obyek daripada subyek. Manusia akan menjadi bulan-bulanan era kekinian, bersikap tidak fokus, dan cenderung mengikuti pusaran, giliran yang menakutkan adalah kehilangan kontrol diri.
Untuk antisipasi praktisnya, maka harus memiliki  disiplin diri (self –disipline); kemampuan untuk menunda kesenangan (to delay gratification) atau tidak cepat puas diri; kemampuan untuk melawan atau tahan terhadap godaan (to resits temtation); memilki sikap moderat (moderation); dan kemampuan menjaga kecenderungan sex (sexual self control)

3.     Sudahkan kita sadari bahwa kita harus menjadi manusia yang utuh (intergrity)?
Intergritas kepribadian di era kekinian memberikan sinyal bahwa manusia harus bersikap jujur, karena semua tindakan manusia akan terekam, dan semuanya akan dapat diputar ulang. Teknologi akan menyimpan segenap tindakan kita, dan kita akan sulit mengelak. Dari realita itu mentalitas kita harus mengikuti prinsip-prinsip moral (adhering to moral  principle); kesetiaan terhadap kata hati (faithfulness to correctly former concience); menjaga perkataan atau satunya kata dan perbuatan (keeping one word); konsisten secara etik (ethical consistency); serta memupuk jiwa 
Yang tulus dan ikhlas (being honest with oneself).

4.      Sudahkan kita menjadi pribadi yang memiliki sikap positif (positive ettitude)?
Jika benar kita memiliki sikap positif, berarti kita telah menyadiri bahwa diri kita adalah pribadi yang memiliki; semangat (ethusiasm), penuh harapan (hope); lentur, dapat  berubah dengan penyesuaian diri (flexibility); dan memiliki rasa humor (sense of humor).

5.     Sudahkah kita  menjadi orang yang bersikap rendah hati (humility)?;
Sikap rendah hati sekarang menjadi tumpuan kemajuan, rendah hati berarti orang menarik diri dari pola sikap ponggah, dan terjebak dalam pola sikap seperti “katak dalam tempurung”.  Merasa pintar sendiri, lupa bahwa era kekinian melaju dengan pesat, dan semuanya berubah dengan cepat.  Mental yang harus dipersiapkan adalah, sadar diri atau tahu diri (self – awareness); mau mengakui kesalahan dan bertanggung jawab (willingness to mistakes and responsibility to them); dan tumbuhnya keinginan untuk menjadi baik (the desire to become a better person).

6.      Apakah kita punya cinta (love)?
Dahsyatnya cinta, cinta dapat mengubah dunia berwarna, cinta dapat mendekatakan diri kita pada alam semesta. Yang terpenting cinta akan membuat kita saling menghormat, lau juga cinta yang membuat kita aman.  Era kekinian melibas tuntas sikap bermusuhan, sikap saling meniadakan.  Cinta membimbing kemajuan untuk saling memanusiakan liyan. Dengan cinta kita akan mengenal pikiran, perasaan dan sikap orang lain (empathy); dengan cinta kita memiliki rasa iba (compassion); cinta membuat orang ramah dan penuh kasih sayang (kidness), cinta mengajari orang  murah hati (generosity); Cinta mengondisi diri kita untuk mudah membantu orang lain (service), cinta akan membuat kita menjadi seorang pemaaf (forgiveness).

* djoko adi walujo: Adalah Alumni Universitas Negeri Surabaya (UNESA- Dahulu IKIP SURABAYA), doctor business administration di JOSÈRIZAL UNIVERSITY OF PHILIPPINA, Salah satu anggota dewan pendidikan propinsi jawa timur, mantan anggota dewan Pembina perpustakaan masjid propinsi jawa timur, mantan wakil ketua PGRI propinsi jawa timur, mantan Gugus Pemikir Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP-PGRI) pusat, sekretaris ISPI- Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia propinsi jawa timur, sekretaris badan penyelenggara Universitas Adi Buana Surabaya,. Memiliki International Certificated untuk pelatihan guru-guru zone Asia-Pacific (EI-Edication International), Certificate “Leadership in Higher Education” – University Technolofy of Sydney-Australia

No comments: