SEMINAR INDUSTRIALISASI ALA BUDAYA INDONESIA
Untaian pemikiran
Oleh: djoko adi walujo
INDUSTRI ITU BUKAN KLAIM
ETNIS, TAPI SEBUAH HUMANITY DRIVEN.
Ketika mendapat tawaran sebagai pemateri di seminar yang
bertajuk Industrialisasi ala budaya
Indonesia saya harus memutar haluan 180 derajat, karena yang saya pahami bahwa
industri itu berada di aras global. Industri sebagai budi daya pikir manusia
sejatinya, produk apapun yang dihasilkan bersifat universal dan komunal, bahwa industri
lahir untuk kepentingan manusia tanpa harus memperhatikan latar belakang. Industri dilahirkan bukan untuk suku tertentu
atau bangsa tertentu, namun untuk kemaslahatan manusia di muka bumi tak akan
mempedulikan siapa yang membuat (maker) dan siapa yang memakainya (user).
Kita kenal bahwa Wright bersaudara (Wright
brothers), Orville
(19 Agustus 1871 - 30 January 1948) dan Wilbur
(16 April 1867 - 30 May 1912), adalah dua bersaudara yang pernah berhasil
menerbangkan pesawat terbang (17 Desember 1903). Sementara sekarang muncul klaim
baru bahwa manusia yang berhasil terbang adalah seorang muslim Abbas Ibn
Firnas, matematikawan, astronom, fisikawan, dan ahli
penerbangan Muslim dari abad ke-9. Karena hasil karya industri bersifat universal
dan komunal, tentu klaim apapun bentuknya bukan menjadi masalah, misal penemu pengobatan hepatitis C, (Barukh Bloomberg), kemudian penemu Google (Sergey Brin),
tidak akan dan tak perlu untuk dicari asal usulnya, yang penting adalah manfaat
dari karya.
Kemudian
jika kita akan melaras suatu ide dengan membentangkan pikiran tentang Industrialisasi
lalu dikaitkan dengan budaya Indonesia, atau ala budaya Indonesia ditakutkan
akan ada klaim yang bersifat etnocentris. Oleh karenanya dalam kesempatan ini
perkenankan saya menyampaikan pokok pikiran bahwa Industrialisasi itu adalah
Humanity Driven. Sehingga klaim klaim
itu justru menjadi alat untuk menjerat kaki industrialisasi, kalau ingin
menjadikan budaya Indonesia, Industri harus mengarah pada Think Globally act
Locally. Bukankah budaya Indonesia itu kaya akan toleransi, kemudian cenderung
permisif, mengunggulkan harga murah mutu terserah. Ini adalah keadaan nyata yang mungkin juga
masih ada peluang untuk dibantah, dan dipatahkan. (Lanjutan dikembangkan di seminar, sebagai additional edition)
No comments:
Post a Comment